Jakarta –
Pemerintah China tengah berjuang mengatasi krisis demografi akibat menurunnya angka kelahiran secara drastis. Salah satu langkah yang sedang diupayakan adalah mendorong perguruan tinggi untuk mengajarkan mata kuliah khusus tentang cinta, pernikahan, dan keluarga.
Dilansir detikHealth, langkah ini bertujuan untuk mengubah pandangan generasi muda yang semakin skeptis terhadap komitmen jangka panjang, seperti pernikahan dan memiliki anak. Kampus-kampus di seluruh negeri diharapkan menjadi pusat edukasi bagi para mahasiswa dalam memahami pentingnya hubungan emosional, pernikahan, dan berkeluarga.
China masih menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia, yakni dengan populasi sebanyak 1,4 miliar jiwa. Namun, penurunan populasi di sana terus berlanjut dan menimbulkan kekhawatiran.
Dikutip dari Reuters, laporan resmi China Population News menyoroti peran universitas dalam mendorong perubahan budaya ini dengan menyarankan adanya perkenalan kursus tentang pendidikan pernikahan, cinta, dan keluarga.
“Perguruan tinggi dan universitas harus mengambil tanggung jawab untuk memberikan pendidikan tentang pernikahan dan cinta kepada mahasiswa,” demikian pernyataan dalam laporan tersebut.
Pendidikan ini diharapkan dapat menciptakan suasana budaya pernikahan dan melahirkan yang sehat serta positif. Ini bertujuan untuk mengatasi kurangnya pemahaman di kalangan generasi muda tentang hubungan.
Untuk mahasiswa tingkat awal, diusulkan mempelajari tren demografi, konsep pernikahan, dan melahirkan yang berkembang. Sementara untuk mahasiswa tingkat akhir, mereka akan terlibat dalam lokakarya praktik, seperti analisis kasus, diskusi kelompok, dan strategi dalam mengelola hubungan intim.
Menurut laporan tersebut, langkah-langkah ini akan membantu mahasiswa memahami hubungan emosional dengan lebih baik. Selain itu, mereka juga akan lebih tahu tentang pentingnya pernikahan dan memiliki anak dalam konteks sosial.
Survei terbaru menunjukkan tantangan besar dalam mengubah sikap generasi muda. Sekitar 57 persen mahasiswa yang disurvei China Population News mengatakan tidak tertarik menjalin hubungan romantis, dengan alasan sulitnya menyeimbangkan antara tekanan akademik dan komitmen emosional.
“Karena kurangnya pendidikan tentang pernikahan dan cinta yang sistematis serta ilmiah, banyak mahasiswa memiliki pandangan yang tidak jelas atau tidak terinformasi tentang hubungan emosional dan keluarga,” lanjut laporan tersebut.
Dari sisi pemerintah, ‘mata kuliah cinta’ ini sejalan dengan upaya yang untuk mempromosikan pernikahan dan melahirkan anak pada usia yang tepat. Namun, langkah-langkah tersebut menghadapi tantangan besar.
Para demografer berpendapat meskipun inisiatif pendidikan ini bernilai untuk perubahan budaya, hal itu tidak mungkin langsung mendapatkan respons positif dari generasi muda. Mereka masih fokus pada kemandirian pribadi, ambisi karier, dan stabilitas finansial.
Meski skeptisisme masih ada, pemerintah China tetap terus mendorong upaya ini agar dapat mengubah pandangan masyarakat tentang pernikahan.
Artikel ini telah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini.
(iqk/iqk)