Liputan6.com, Kudus – Di tengah dunia yang kian kompleks dan penuh ketidakpastian, keterampilan sosial emosional seperti empati, kreativitas, dan kegigihan menjadi kunci keberhasilan individu dan masyarakat.
Menjawab tantangan tersebut, Bakti Pendidikan Djarum Foundation bersama Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) meluncurkan temuan Survei Global Keterampilan Sosial dan Emosional (SSES).
Survei OECD merupakan upaya internasional komprehensif untuk mendokumentasikan keterampilan sosial emosional siswa, serta kondisi dan praktik yang mendukung pengembangannya.
Survei kali ini melibatkan lebih dari 70 ribu siswa berusia 10 dan 15 tahun di 16 lokasi global, yakni Helsinki (Finlandia), Gunma (Jepang) dan Delhi (India). Tahun ini menjadi momen penting bagi Indonesia dengan bergabungnya Kudus wakil Indonesia.
“Keterampilan sosial emosional merupakan bekal penting yang membuat kita menjadi lebih ‘manusia’ di tengah gempuran teknologi, seperti artificial intelligence,” ujar Andreas Schleicher, Direktur Pendidikan dan Keterampilan OECD.
Menurut Andreas, hal ini menjadi fondasi yang kokoh untuk berkontribusi pada dunia yang berkelanjutan. Meningkatnya keterampilan sosial emosional juga akan mengatrol sosial ekonomi.
“Sehingga menjadi penting untuk terus meningkatkan keterampilan tersebut pada siswa,” ungkap Andreas Schleicher saat acara peluncuran survei di SD Masehi Kudus pada Sabtu (7/12/2024).
Peluncuran survei mengangkat tema “Menuju Generasi Cerdas Sosial Emosional: Temuan Global dan Praktik Baik Kudus untuk Indonesia”.
Acara kali ini dihadiri lebih dari 300 tamu undangan. Diantaranya mencakup berbagai pemangku kepentingan, termasuk guru, kepala sekolah, orang tua, pembuat kebijakan, akademisi, hingga pegiat filantropi.
Dalam sesi sore, acara dilanjutkan dengan workshop yang diikuti 240 guru. Kegiatan ini memberikan ruang untuk pendalaman praktik, baik dalam penerapan keterampilan sosial-emosional di sekolah.
“Saya sangat mengapresiasi Kudus dan Indonesia atas komitmennya yang tinggi dalam mengedepankan pengembangan keterampilan sosial-emosional di sekolah,” terang Andreas.
Saat berkunjung di beberapa sekolah, Andreas merasakan sendiri suasana hangat di kelas dan hubungan yang dekat antara guru dan anak-anak didiknya.
Beberapa temuan utama dalam survei global social emotional skills (SES) OECD, diantaranya meliputi pertama yakni kunci keberhasilan holistic. Keterampilan sosial dan emosional siswa merupakan prediktor signifikan terhadap nilai sekolah, kesehatan, dan kesejahteraan, terlepas dari latar belakang, kelompok usia, maupun kota domisili.
Kedua yakni penurunan kreativitas dan rasa ingin tahu di masa remaja. Keterampilan ini menurun secara signifikan pada siswa usia 15 tahun dibandingkan dengan siswa usia 10 tahun, terutama di kota-kota Asia.
Ketiga yakni komitmen kuat pendidik Indonesia. Di antara semua lokasi, pendidik di Kudus menunjukkan konsistensi tertinggi dalam mengintegrasikan keterampilan sosial emosional lintas mata pelajaran.
Mereka juga paling memiliki kesamaan pola pikir tentang dampak keterampilan tersebut bagi hasil akademik dan kehidupan siswa, serta tanggung jawab sebagai pendidik untuk menumbuhkannya.
Keempat yakni penciptaan lingkungan sekolah aman untuk keberhasilan siswa. Perundungan masih menjadi kekhawatiran yang signifikan di semua lokasi termasuk di Kudus.
Namun di beberapa lokasi termasuk Kudus, sebagian besar kepala sekolah melaporkan tingkat penindasan yang rendah. Sehingga hal ini menunjukkan adanya kekhawatiran normalisasi terhadap perilaku tersebut.
Ke lima yakni pemberian umpan balik positif ke siswa. Siswa yang menerima lebih banyak umpan balik guru, memiliki keterampilan sosial dan emosional yang lebih tinggi.
Di Kudus, menerima umpan balik guru yang lebih sering paling erat kaitannya dengan motivasi berprestasi, rasa ingin tahu, keramahan, kepercayaan dan toleransi.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Nasional Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Ananto Kusuma Seta juga mengapresiasi temuan survei OECD.