Liputan6.com, Yogyakarta – Beberapa kejadian memilukan karena konflik maupun peristiwa demokrasi sehingga menurut Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM Eric Kaunan sangat penting pendidikan perdamaian diajarkan sejak dini. Namun dalam pendidikan belum ada kurikulum yang menjembatani ini di level sekolah dasar bahkan sampai sekolah menengah, sementara di jenjang pendidikan tinggi, hanya diajarkan pada beberapa mata kuliah pilihan saja.
“Besar harapan kami, proses perdamaian ditanamkan sejak kecil,” kata Eric dalam Diskusi Pojok Bulaksumur dalam rangka sosialisasi kegiatan Seminar Nasional dengan tajuk “Pengalaman Resolusi Konflik dan Perdamaian dalam Konteks Masa Depan Demokrasi Indonesia”, Selasa 26 November 2024.
Eric mengatakan calon generasi muda menjadi sasaran utama dari pendidikan perdamaian sejak dini karena akan menjadi agen perdamaian di masa mendatang. Karena, potensi-potensi konflik bisa datang dari mana saja, sehingga saat ini fokusnya mengembangkan media digital sebagai sumber perdamaian.
Menurut Eric saat ini mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan sebagai upaya pembentukkan pendidikan perdamaian, sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya tidak di ruang-ruang kelas saja. Selain itu peran tokoh masyarakat akan menguatkan dan menghubungkan gagasan-gagasan secara lebih luas kepada masyarakat. “Setiap orang pun dapat menjadi tokoh, tergantung dengan values apa yang mereka bangun,” katanya.
Sosiolog Arie Sujito mengatakan bangsa Indonesia memiliki ruang yang besar dalam mengelola kemajemukan dalam masyarakat sebagai modalitas. Hal tersebut yang akan menjadi titik tumpu demokrasi, yang dalam prosesnya tentu akan menemukan banyak konflik dari berbagai banyak lapisan dan kepentingan. “Dari dinamika yang beragam tersebut, ada pola-pola yang dapat dipelajari. Dan itu tentu semestinya dapat diolah agar demokrasi tetap baik,” jelasnya.
Arie Sujito menekankan saat upaya pencarian resolusi konflik maka tidak boleh ada kekerasan dalam proses penengahan konflik, terlebih pada saat demonstrasi. “Demonstrasi tak seharusnya dijadikan suatu pertentangan namun upaya untuk menyelesaikan masalah,” katanya.
Sementara itu sosiolog sekaligus Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM, Lambang Trijono mengatakan penyebab konflik berkepanjangan yang terjadi di masyarakat biasanya karena adanya masalah-masalah yang besar dan sulit menemukan solusi. Hal ini karena kelompok-kelompok masyarakat sulit menghadapi ini, serta persepsi yang keliru antara satu sama lain, dan adanya kekerasan yang kemudian menimbulkan dendam juga rasa sakit yang terus disimpan. “Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan mereka dari konflik berkepanjangan tersebut ialah dengan melakukan rekonsiliasi yang dilakukan di zona damai yang netral untuk menguraikan persepsi-persepsi salah yang ada pada satu sama lain,” katanya tentang pentingnya pendidikan perdamaian.