Menilik program prioritas soal penguatan pendidikan karakter

Pendidikan

Jakarta (ANTARA) – Pendidikan karakter di Indonesia merupakan ikhtiar strategis yang sangat penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki nilai moral yang kuat.

Dalam hal ini, peran guru kelas sangatlah vital. Oleh sebab itu, program “Pelatihan Bimbingan Konseling dan Pendidikan Nilai untuk Guru Kelas” yang diusung oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) merupakan langkah strategis dalam memperkuat pendidikan karakter di Indonesia.

Fokus pada pelatihan ini tidak hanya relevan, tetapi juga sangat mendesak, mengingat tantangan era modern yang kian kompleks. Guru bukan sekadar pengajar mata pelajaran, tetapi juga figur utama yang berperan dalam membentuk kepribadian siswa melalui bimbingan nilai dan konseling.

Pelatihan Bimbingan Konseling memberikan bekal kepada guru untuk mendampingi siswa menghadapi berbagai persoalan, baik akademis maupun personal. Guru yang kompeten dalam konseling akan mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, mendukung perkembangan emosional, dan membangun hubungan yang sehat antara siswa dan lingkungannya. Dengan kemampuan ini, guru dapat menjadi mitra belajar sekaligus pembimbing yang memahami dinamika perkembangan jiwa peserta didik secara holistik.

Sementara itu, pendidikan nilai memberikan dimensi moral dan estetika dalam proses pembelajaran. Nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan harus terintegrasi dalam setiap aspek pendidikan.

Seorang guru yang berpegang pada nilai-nilai luhur tidak hanya memberikan pengajaran berbasis intelektual, tetapi juga menjadi teladan nyata bagi siswa dalam bertindak dan bersikap.

Filosofi Ki Hadjar Dewantara, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi landasan bahwa keteladanan, pemberian motivasi, dan dukungan adalah esensi dari pendidikan sejati.

Namun, pelatihan ini juga mengingatkan kita akan realitas getir dunia pendidikan saat ini, di mana oknum pendidik yang melanggar norma justru merusak citra profesi guru. Oleh karena itu, pelatihan ini menjadi upaya mendesak untuk mengembalikan martabat dan fungsi pendidikan sebagai proses humanisasi.

Guru yang berkarakter kuat dan bermoral tinggi akan mampu mentransfer nilai-nilai positif kepada siswa, menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkepribadian unggul.

Integrasi antara pelatihan bimbingan konseling dan pendidikan nilai adalah kunci penting dalam menghadapi tantangan era digital. Misalnya, pengaruh media sosial yang tidak terkontrol dapat menghancurkan karakter siswa jika tidak ada pengawasan yang memadai. Guru yang terlatih akan mampu mengantisipasi dan menangani dampak negatif ini, sekaligus mendorong siswa untuk menggunakan teknologi secara bijak.

Secara keseluruhan, program ini menunjukkan bahwa Kemendikdasmen memiliki visi yang kuat untuk membangun fondasi pendidikan berbasis nilai dan karakter. Dengan memberikan perhatian khusus pada pelatihan guru kelas, diharapkan akan tercipta ekosistem pendidikan yang tidak hanya memajukan intelektualitas siswa, tetapi juga membentuk manusia seutuhnya, sesuai dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara dan para tokoh pendidikan lainnya.

Program ini harus terus didukung dan diawasi agar benar-benar memberikan dampak nyata bagi dunia pendidikan Indonesia.

Selain itu, secara spesifik guru bimbingan konseling (BK) dan guru agama memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa. Sebagai pemandu siswa dalam menghadapi berbagai persoalan, guru BK di sekolah dasar dan menengah diharapkan mampu membantu peserta didik menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapinya, baik terkait masalah pribadi maupun akademik.

Tujuan utama dari bimbingan konseling adalah menciptakan peserta didik yang mandiri dan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Untuk mencapai hal ini, peningkatan kompetensi guru BK mutlak dilakukan.

Kompetensi yang dibutuhkan guru BK mencakup empat aspek utama, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Kompetensi pedagogik mencakup kemampuan memahami teori pendidikan, perkembangan fisiologis, psikologis, dan perilaku siswa, serta mengimplementasikan layanan bimbingan konseling.

Kompetensi kepribadian menuntut integritas, keimanan, ketaqwaan, dan stabilitas kepribadian. Kompetensi profesional menekankan penguasaan konsep dan praktik bimbingan, asesmen kebutuhan konseling, serta kesadaran akan etika profesional.

Adapun kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan membangun kolaborasi dengan berbagai pihak dalam mendukung perkembangan siswa.

Keempat kompetensi ini harus bersinergi untuk mendukung pelaksanaan layanan bimbingan konseling yang efektif. Guru BK juga diharapkan dapat menghapus stigma negatif sebagai “polisi sekolah” dan membangun citra sebagai pendamping siswa yang egaliter, bahkan gaul.

Oleh karena itu, Kemendikdasmen memprioritaskan pengembangan kompetensi guru BK agar mampu menghadapi kompleksitas permasalahan anak secara profesional.

Di sisi lain, guru agama juga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai moral dan membentuk karakter siswa. Guru agama tidak hanya dituntut menguasai materi pelajaran, tetapi juga mampu menciptakan iklim belajar yang menghormati siswa sebagai individu yang berharga.

Pengajaran agama yang efektif membantu siswa memahami norma-norma keagamaan dan membentuk sikap yang berlandaskan moralitas, seperti tanggung jawab, empati, dan kejujuran. Kompetensi yang dibutuhkan guru agama meliputi peran sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang mampu meningkatkan wawasan keagamaan peserta didik.

Untuk menunjang tugas-tugas tersebut, peningkatan kompetensi guru BK dan guru agama menjadi prioritas utama. Keduanya harus mampu bekerja sama dalam menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung pengembangan karakter siswa.

Seorang guru BK, misalnya, tidak hanya memandu siswa dalam menghadapi masalah, tetapi juga mendorong semangat belajar mereka. Di sisi lain, guru agama membantu membentuk karakter religius siswa sebagai fondasi moral yang kokoh.

Selain peran guru BK dan guru agama, Kemendikdasmen juga meluncurkan program “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat” untuk membentuk karakter anak yang beradab. Kebiasaan ini, meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, gemar belajar, makan sehat dan bergizi, serta bermasyarakat.

Kebiasaan bangun pagi, misalnya, membantu meningkatkan produktivitas dan kesehatan mental anak. Kebiasaan beribadah menanamkan nilai-nilai moral, sedangkan olahraga membangun keseimbangan fisik dan mental, serta mengajarkan integritas dan kedisiplinan.

Misalnya, kebiasaan bangun pagi tidak hanya mendukung produktivitas, tetapi juga membantu meningkatkan fokus dan kesehatan mental. Kebiasaan beribadah menanamkan nilai-nilai moral, seperti kejujuran dan tanggung jawab.

Berolahraga, di sisi lain, membentuk karakter holistik yang mencakup integritas dan kedisiplinan. Kebiasaan gemar belajar mendorong siswa untuk terus berkembang dan mengeksplorasi pengetahuan.

Sementara pola makan sehat mendukung perkembangan otak, emosi, dan perilaku anak. Terakhir, hidup bermasyarakat mengajarkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong, membentuk anak-anak yang peka terhadap kondisi sosial di sekitarnya.

Kebiasaan makan sehat juga penting karena nutrisi yang baik mendukung perkembangan otak, emosi, dan perilaku anak. Hal ini sejalan dengan Program Makan Siang Bergizi yang dicanangkan pemerintah untuk mengatasi masalah stunting, meningkatkan konsentrasi siswa, dan mendorong prestasi akademik.

Terakhir, kebiasaan bermasyarakat membantu siswa memahami pentingnya solidaritas, gotong royong, dan menghormati hak-hak kolektif.

Sebagai bagian dari visi pemerintahan Prabowo Subianto, Program Makan Siang Bergizi dirancang untuk menciptakan SDM yang sehat dan kompetitif. Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan anak, tetapi juga mendukung pembangunan ekonomi dengan melibatkan petani dan nelayan dalam rantai pasokan makanan. Dengan gizi yang tercukupi, anak-anak Indonesia diharapkan dapat tumbuh sehat, berprestasi, dan siap bersaing di masa depan.

Program ini memiliki dampak signifikan terhadap pendidikan. Anak-anak yang mendapat makanan bergizi cenderung memiliki energi yang cukup untuk belajar, fokus yang lebih baik di kelas, dan semangat yang tinggi untuk mengejar cita-cita.

Dalam jangka panjang, program ini juga membantu mengurangi angka putus sekolah dan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Ketujuh kebiasaan ini saling melengkapi dengan peran guru BK dan guru agama. Kombinasi dari layanan bimbingan konseling yang profesional, pengajaran agama yang bermakna, serta penerapan kebiasaan baik ini akan menciptakan generasi Indonesia yang mandiri, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan.

Lembaga pendidikan dan keluarga diharapkan dapat bekerja sama untuk memastikan semua elemen ini berjalan secara sinergis, demi mewujudkan generasi emas Indonesia di masa depan.

Integrasi antara peningkatan kompetensi guru BK dan guru agama dengan pelaksanaan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat dan Program Makan Siang Bergizi menjadi sinergi yang kuat dalam membangun generasi emas Indonesia. Guru yang kompeten mampu menjadi fasilitator dan motivator dalam program-program tersebut, sementara kebiasaan positif dan gizi yang tercukupi memberikan dasar yang kokoh bagi perkembangan karakter siswa.

Melalui kolaborasi ini, sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga menjadi arena pembentukan karakter yang holistik. Dengan demikian, harapan untuk menciptakan generasi muda yang sehat, berkarakter, dan berdaya saing tinggi dapat terwujud, menjadikan Indonesia bangsa yang beradab dan progresif di masa depan.

*) Muhammad Ghufron adalah pegiat literasi dan peneliti di Institute of Humankind and Politic (Inhup) Yogyakarta

Copyright © ANTARA 2024