Angka Anak Tidak Sekolah yang Tinggi Jadi Tantangan Terbesar Pendidikan di NTT

Pendidikan
Jakarta:  Tingginya angka anak tidak sekolah menjadi tantangan terbesar dunia pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT).  Jumlah anak yang tidak sekolah di NTT mencapai sekitar 130 ribu anak.
 
Penjabat (Pj) Gubernur Nusa Tenggara Timur, Andriko Noto Susanto mengatakan, sebanyak satu juta peserta didik tersebar di 14.000 satuan pendidikan di seluruh wilayah NTT.  Tidak hanya jumlah anak tidak sekolah yang tinggi, NTT juga menghadapi persoalan lebarnya kesenjangan dalam hal literasi dan numerasi.
 
Hal tersebut ditunjukkan dari hasil Asesmen Nasional (AN), bahwa hanya 22% satuan pendidikan di NTT yang mencapai kompetensi minimal literasi, sedangkan tingkat kompetensi numerasi juga menunjukkan angka yang serupa.
Andriko juga menyoroti kondisi geografis NTT yang terdiri dari lebih dari 500 pulau dengan banyaknya daerah yang terisolasi. Aksesibilitas menjadi hambatan serius bagi pelaksanaan pendidikan, di mana beberapa siswa bahkan harus menaiki mobil bak terbuka atau mencari sinyal di tempat tinggi untuk mengikuti pembelajaran daring.
Bac
Hal ini menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih inklusif dan relevan dengan kondisi lokal.
 
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, didampingi Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rangka mendengarkan langsung tantangan dan potensi pendidikan di daerah tersebut.
 
Kunjungan ini menjadi momentum penting untuk menggali berbagai cerita, inovasi, dan tantangan yang ada di NTT, serta memperkuat kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan pendidikan berkualitas bagi seluruh anak bangsa.

Dalam sambutannya, Mu’ti mengungkapkan komitmennya untuk memastikan setiap anak di Indonesia, termasuk yang berada di NTT, mendapatkan pendidikan yang bermutu. “Visi besar kami adalah pendidikan bermutu untuk semua. Kami berusaha untuk memenuhi hak sipil setiap warga negara, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,” ujar Mu’ti dalam kegiatan yang bertajuk “Mendikdasmen Mendengar Cerita Pendidikan NTT” yang diselenggarakan di Kupang, NTT.
 
Mu’ti menambahkan, dalam mengimplementasikan visi tersebut, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) fokus pada pemenuhan standar nasional pendidikan yang mencakup sarana-prasarana pendidikan, kualitas pendidik dan tenaga kependidikan, serta kompetensi lulusan yang relevan dengan dunia kerja.
 
Mendikdasmen juga menyoroti pentingnya partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu. Ia menjelaskan bahwa dengan prinsip gotong-royong, seluruh pihak di NTT harus bergerak bersama untuk memajukan pendidikan, terutama mengatasi masalah akses dan kualitas pendidikan yang masih menjadi tantangan.
 
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi NTT telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan literasi dan numerasi di kalangan pelajar. Salah satunya adalah Gerakan NTT Membaca, NTT Menulis (GENTA BELIS), yang diluncurkan pada November 2024.
 
Gerakan ini bertujuan untuk menumbuhkan budaya literasi yang kuat di tingkat SMA/SMK, dengan harapan dapat merambah ke tingkat SD dan SMP. Andriko menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan mitra pembangunan dalam mencapai tujuan tersebut.
 
Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah daerah juga aktif mengembangkan kurikulum lokal yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah, seperti Kurikulum Muatan Lokal Pangan Lokal yang diterapkan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang berfokus pada ketahanan pangan dan gizi yang seimbang untuk generasi muda.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(CEU)